KESEHATAN MENTAL

KESEHATAN MENTAL

    Kesehatan Mental adalah kondisi kesejahteraan yang disadari individu yang didalamnya terdapat kemampuan-kemampuan mengolah stress, sehingga terbebas dari segala gangguan fisik dan mental. Pandemi ini mampu menimbulkan dampak seperti kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, kita harus bisa memanajemen stress dan mengelola kecemasan. Beberapa tips dalam menjaga kesehatan mental adalah mengurangi menonton, membaca atau mendengarkan berita yang membuat kecemasan meningkat, Mencari informasi dari sumber-sumber terpercaya dan utamakan membuat rencana praktis melindungi diri dan orang-orang terdekat.

    Bagaimana sih ciri-ciri orang yang sehat jiwa dan mentalnya? menurut Jurnal Kesehatan mental masyarakat Indonesia dimana terkhusus pada pengetahuan serta keterbukaan masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental, ciri-ciri orang yang sehat mental bisa dilihat dengan cara pengolahan emosinya. Dimana orang yang sehat mentalnya bisa menyesuaikan diri dengan baik terutama pada saat menghadapi masalah masalah yang ada pada hidupnya. Dia bisa secara normal menjalani hidupnya dan terhindar dari namanya stres ataupun depresi. Orang yang sehat mental dia terbebas dari segala gangguan emosional.

    Dampak psikologis juga disebabkan oleh kondisi pandemi. Dimana pandemi mampu menimbulkan dampak yang cukup luas dan mempengaruhi stabilitas ekonomi, sosial, politik, hingga psikologis. Saat pandemi terjadi, aspek emosional manusia adalah yang paling pertama diserang. Peningkatan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, gejala seperti stres pasca trauma, insomnia, dan kemarahan di antara populasi umum, tenaga kesehatan, serta orang yang diisolasi karena terinfeksi corona virus atau kontak dengan orang yang terinfeksi (Rahmawati, Teti. 2021).

    Kesehatan mental di masa pandemi ini juga kerapkali menjadi perbincangan kalangan akademik. Dalam kondisi pandemi, banyak orang yang berdampak baik secara tidak langsung maupun langsung. Dampak kesehatan mental di masa pandemi ini diantaranya disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti rasa terasingkan selama menjalankan masa karantina, rasa sedih dan kesepian karena berada jauh dari keluarga dan atau orang yang dicintai, rasa cemas untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya maupun keluarganya sehari-hari, rasa takut terhadap wabah, serta ditambah dengan ketidakjelasan informasi selama pandemi Covid-19. Tidak sedikit orang-orang yang mengalami kesulitan untuk beradaptasi terhadap kondisi ini. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia mencatat dari 4010 hasil swaperiksa masalah psikologis yang telah berjalan selama 5 bulan di Indonesia, 64,8% di antaranya mengalami masalah psikologis.

    Berdasarkan studi Eurofond and International Labour Ofice pada tahun 2017 di 15 negara, didapati bahwa 41% pekerja dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi saat berada di rumah, merasa tertekan, dan hanya 25% dari partisipan riset tersebut yang merasa nyaman bekerja dalam satu tempat yang sama (Inassalma Anggita, 2019). Aturan work from home (WFH) diterapkan terlalu lama, maka akan menimbulkan rasa bosan dan menimbulkan stress. Stres psikososial dalam keluarga dan kesepian selama mereka yang hidup sendiri juga cenderung melonjak dalam kurungan dan memiliki efek buruk pada mental dan kesehatan fisik. Kemudian lamanya karantina menjadi faktor penting prediktor gangguan stres pasca trauma, depresi, dan kecemasan, dengan prevalensi kumulatif melebihi 30% dari populasi (Rahmawati, Teti. 2021).

    Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan intervensi untuk mengatasi kecemasan dan stress yang dialami masyarakat akibat pandemic COVID-19, sehingga masyarakat dapat memanajemen stress yang dihadapi dan menghadapi kondisi ini lebih tepat. Karena, bila tidak diatasi dengan baik maka akan muncul gangguan fisik, perilaku yang tidak sehat, ataupun gangguan jiwa (Sarwono, 2013). Berikut beberapa cara management stress di masa pandemi Covid-19 yaitu

1.     Mengelola kecemasan.

Rasa takut dan cemas merupakan respon yang wajar terhadap ketidakpastian. Mengendalikan stres  dengan cara yang sehat dapat membantu kita menjalani masa-masa sulit ini dengan lebih baik. Adapun beberapa tips yang dapat menjaga kecemasan kita dalam masa pandemic ini dengan mengurangi menonton, membaca atau mendengarkan berita yang membuat kecemasan meningkat. Mencari informasi dari sumber-sumber terpercaya dan utamakan membuat rencana praktis melindungi diri dan orang-orang terdekat. Usahakan mencari berita hanya 1-2 kali dalam satu hari dan pada waktu yang spesifik. Pilihlah situs jaringan kesehatan mental yang valid dan terpercaya seperti Kementerian Kesehatan, WHO, biro konsultasi psikologi, atau sumber-sumber yang bersifat keagamaan/religius.

2.     Menjaga komunikasi.

Meski tidak dapat terhubung secara fisik, kamu perlu memastikan agar komunikasi dan hubungan dengan orang lain dapat terjalin dengan baik. Manfaatkan perangkat digital dan internet yang kamu miliki untuk tetap berkomunikasi dengan keluarga dan teman. Kegiatan ini mungkin terdengar sederhana dan sepele. Namun, hal ini dapat membantumu menjaga kesehatan mental selama masa pandemi. Kamu pun dapat membagikan keresahan, kecemasan, dan keseharian yang dialami, sehingga kamu tidak merasa sendiri. 

3.     Bijak dalam menerima informasi mengenai COVID-19.

Dalam kondisi pandemi, dapat dimaklumi jika seseorang yang terdampak, baik terdampak secara langsung maupun tidak langsung,mengalami perasaan tertekan dan perasaan khawatir yang dimana hal tersebut dapat menyebabkan melemahnya hubungan social, ekonomi, stigma dan pelabelan terhadap pasien yang sudah sembuh, yang kemuidan ditolak oleh masyarakat tempat tinggalnya yang kemungkinan akan timbul rasa tidak percaya dan permusuhan dengan tenaga medis garis depan serta pemerintah. Sehingga diperlukan setiap orang bijak dalam menerima dan mendapatkan informasi seputar pandemi COVID-19 dari sumber-sumber yang kredibel, seperti WHO. Batasi rasa khawatir dan cemas dengan mengurangi paparan informasi yang tidak perlu. Pilah informasi yang didapatkan secara bijak.

4.     Hindari penggunaan rokok/alkohol/obat-obatan.

Mengatasi emosi dengan menggunakan zat-zat tersebut bukanlah suatu penyelesaian masalah. Bicaralah dengan orang-orang terdekat dan carilah bantuan profesional apabila dibutuhkan. Cobalah untuk berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol/obat2an anti depresan. Sebagai gantinya, kamu bisa melakukan hobi atau aktivitas yang menyenangkan selama di rumah, seperti membaca buku, menonton film, atau memasak. 

5.     Jangan takut untuk mencari pertolongan.

Bagaimana respon seseorang terhadap stres selama pandemi dipengaruhi oleh latar belakang, dukungan sosial dari keluarga dan kerabat, komunitas, dan banyak faktor lainnya. Apabila stres dan kecemasan yang terasa selama masa pandemi dirasakan terlalu berat, hubungi profesional (psikolog atau psikiater) untuk konsultasi lebih lanjut mengenai cara mengatasinya. Ubah stigma bahwa pergi ke psikolog/psikiater merupakan tindakan yang menunjukkan bahwa kita orang gila tapi pikirkan bahwa kita membutuhkan tindakan itu sebelum kita menjadi gila sungguhan.

6.     Beradaptasi dengan kondisi Pandemi Covid-19.

Saat ini, belum ada perkiraan akurat tentang berapa lama situasi COVID-19 akan bertahan, jumlah orang di seluruh dunia yang akan terinfeksi, atau berapa lama hidup orang akan terganggu. Karena kehidupan harus tetap berjalan, maka langkah awal yang dilakukan adalah penerimaan (acceptance). Penerimaan berarti memberi ruang kesadaran yang penuh kepada diri bahwa pandemi COVID-19 adalah sebuah kenyataan. Jika kita sudah menerima bahwa kondisi sekarang bukanlah kondisi normal, maka kita siap untuk beradaptasi (Vibriyanti, Deshinta. 2020).

    Di masa pandemi Covid-19, kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang seperti kegiatan belajar mengajar dan kegiatan di perkantoran dihentikan untuk jangka waktu tertentu. Kegiatan-kegiatan tersebut kemudian dilakukan dari rumah (dikenal dengan istilah Work From Home (WFH)) setelah dikeluarkannya imbauan dari Pemerintah Indonesia. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia menerapkan suatu kebijakan bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna mencegah dan menekan angka penularan Covid-19 di wilayah Indonesia.

    Karena kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia tersebut, banyak orang yang kemudian menghabiskan waktunya di dalam rumah, dalam jangka waktu yang lebih lama dari kebiasaan sehari-harinya. Ditambah dengan perkembangan teknologi yang ada menyebabkan banyak remaja yang menghabiskan waktunya di sosial media. Dampak dari permasalahan tersebut juga menyebabkan munculah sifat apatis.

    Sifat apatis yaitu ketidak pedulian individu dimana mereka tidak memiliki minat terhadap aspek- aspek tertentu seperti kehidupan sosial maupun aspek fisik dan emosional (armadi, 2016). Sehingga banyak remaja malas untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan lebih suka berinteraksi dengan orang yg dikenal di sosial media. Untuk mengatasi hal tersebut peran orang tua sangat penting untuk menjaga agar anak-anak nya masih tetap peka terhadap lingkungan sekitar nya. Selain peran orang tua, hal yang bisa kita lakukan dengan memperbanyak aktivitas sehingga waktu untum menggunakan/membuka social media berkurang dan membuat jadwal/ batasan kita dalam bermain social media.



Daftar pustaka

1.     Rahmawati, Teti. 2021. Peningkatan Pengetahuan Dan Manajmen Stress Di Masa Pandemi Covid-19 Bagi Masyarakat. Jurnal Masyarakat Mandiri. 5(1):125-134.

2.     Vibriyanti, Deshinta. 2020. Kesehatan Mental Masyarakat: Mengelola Kecemasan Di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Kependudukan Indonesia. E-ISSN : 2502-8537, 69-74.

3.     Inassalma, Anggita. Menjaga Kesehatan Mental Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

4.     Sudrajat, A. (2020). Apakah Media Sosial Buruk untuk Kesehatan Mental dan Kesejahteraan? Kajian Perspektif Remaja. Jurnal Tinta, 2(1), 41-52.

5.     Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, Arie Surya Gutama. 2015. Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan Dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gangguan Kesehatan Mental). Prosiding KS : Riset dan PKM. 3(2), 147-300.

 

Komentar